Pendidikan Karakter, Akhlaq Mulia melalui Spiritual Quotion
Allah SWT menganugerahkan kepada manusia kemampuan berpikir, merenung dan menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Sehingga banyak ayat Al Quran mendorong manusia untuk memikirkan, dan bereksplorasi memanfaatkan alam sekitar untuk kemaslahatan hidup manusia.
Potensi akal yang Allah SWT titipkan kepada manusia bukanlah digunakan sekehendak manusia, karena akal manusia juga ada batasnya. Batas yang pertama adalah untuk hal-hal berada di luar jangkauan akal manusia itu sendiri. Sebagai contoh akal manusia tidak bisa menjangkau tentang apa yang terjadi di masa yang akan datang, atau pun apa yang pernah terjadi di masa lalu. Belum lagi keterbatasan relativitas manusia sesuai dengan latar belakang, situasi kondisi dan informasi yang masuk pada akal pikiran manusia.
Potensi kedua dalam bahasa psikologi adalah rasa, dalam bahasa Islam adalah Akhlaq. Akhlaq menurut Islam adalah respon spontan dari objek yang dihadapinya. Dalam hal ini diperlukan manajemen qalbu. Manajemen qalbu adalah bagian penting dari pendidikan kita. Pendidikan Akhlaq itulah menjadi dasar pendidikan bagi sekolah dasar . Karena anak yang cerdas akal saja, tidak memiliki kecerdasan akhlaq di masa dewasa nantinya tentu akan berpotensi menjadi seorang yang perlu diwaspadai.
Memasuki ranah pendidikan yang notabene merupakan media pendidikan anak-anak kita. Lembaga pendidikan diharapkan bukan hanya mentransfer ilmu tetapi adalah lembaga pendidikan yang mencetak pribadi-pribadi berakhlaq mulia. Tantangan dunia pendidikan kita amatlah berat, banyak kasus terhadap anak didik dan tenaga kependidikan kita untuk dapat mencetak siswa yang berakhlaq mulia. Pada banyak berita kita menyaksikan orang yang berpendidikan tinggi bergelar sarjana, tetapi dia korupsi, melakukan tindak kriminal. Maka dengan ini dapat kita ambil benang merah bahwa pendidikan akhlaq adalah hendaknya lebih utama.
Ada tiga jenis kecerdasan menurut Daniel Goleman. Pertama adalah kecerdasan intelektual (IQ), kedua adalah kecerdasan emosional (EQ), ketiga adalah kecerdasan spiritual (SQ). Berbicara mengenai tiga jenis kecerdasan ini, menurutnya kecerdasan intelektual hanya berpengaruh terhadap kesuksesan seseorang sebesar 6%, sedangkan kecerdasan emosional memiliki kontribusi terhadap kesuksesan seseorang sebesar 20% dan yang paling besar kontribusinya terhadap kesuksesan adalah kecerdasan spiritual yaitu berpengaruh sebesar 74%.
Maka dari itu di sinilah pentingnya peran orang tua (keluarga), sekolah dan masyarakat sangat dibutuhkan. Ketiganya harus saling bahu membahu untuk mengantarkan anak menjadi generasi yang tangguh secara lahir maupun batin. Dari ketiga komponen kecerdasan di atas IQ, EQ dan SQ, SQ lah yang paling mendominasi. Keluarga orang tua sebagai madrasah pertama dan utama hendaknya bisa memaksimalkan perannya, hal ini penting karena waktu anak di rumah lebih
banyak dibandingkan dengan lingkungan lainnya. Orang tua mendampingi tumbuh kembang anak di
setiap fase pertumbuhan anak, Pengenalan Allah sebagai pencipta seluruh alam, kebiasaan ibadah, kepekaan, kepedulian terhadap saudara, harus dikenalkan pada masa sedini mungkin, orang tua jangan memasrahkan pendidikan ini pada sekolah ataupun pendidik saja. Namun semuanya harus bersinergi mengasah, memunculkan kecerdasan ini. Guru selaku pendidik tidak hanya mengedepankan pada kecerdasan IQ saja tapi juga harus selalu mengaitkan kecerdasan pada SQ dan EQ di setiap pembelajaran apapun.
Inilah kenapa kita sebagai pendidik harus lebih menitikberatkan membangun spiritual ruhaniah anak didik kita dengan membangun aqidah tauhid dan akhlaq anak didik kita tanpa mengesampingkan dua kecerdasan lainnya. Sebagai pendidik kita wajib mendidik anak didik kita dengan aqidah tauhid yang kokoh, dengannya menjadi pondasi kehidupan mereka kelak. Aqidah yang kokoh akan melahirkan akhlaq yang mulia. Akhlaq cermin pribadi seorang muslim, akhlaq adalah pancaran dari hati yang bersih, hati yang salim, hati yang dibangun dan dilandasi dengan aqidah tauhid yang kokoh.
Pentingnya membangun akhlaq siswa-siswi kita adalah karena akhlaq adalah cermin seorang mukmin yang utama, dan cerdas menurut Rasulullah SAW adalah orang yang paling banyak mengingat mati dan paling banyak mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah kematian. Sebagaimana sebuah hadits:
“Wahai Rasulullah, orang mukmin manakah yang paling utama?” beliau menjawab “orang yang paling baik akhlaqnya”. Orang itu bertanya lagi, “Mukmin manakah yang paling cerdas?”, beliau menjawab, “orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya menghadapi kehidupan setelah mati. Itulah orang-orang yang paling cerdas.” (HR Ibnu Majah, hadist hasan).
Pendidikan akhlaq di dalam Islam berbasis sifat dan akhlaq Rasulullah SAW. Rasulullah SAW memiiki 4 (empat) sifat yaitu pertama shiddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), Tabligh (menyampaikan amanah), Fathonah (cerdas). Maka bagaimana karakter-karakter tersebut memberikan sumbangan besar terhadap pendidikan kita, jika diterapkan dengan tepat (sumber: bunghatta.ac.id).
Shiddiq (jujur), mencetak siswa yang jujur dalam semua aspek. Di dalam mengerjakan ujian, kejujuran siswa harus ditanamkan yaitu dengan dilarang mencontek. Kejujuran dalam mengakui kesalahan ketika siswa berbuat salah terhadap sesama siswa.
Amanah (dapat dipercaya), Amanah adalah sifat kedua yang wajib ditanamkan sejak dini. Sifat amanah erat sekali dengan sifat jujur. Jika siswa ditanamkan kejujuran insyaaAllah sifat amanah akan mengikutinya.
Tabligh (Menyampaikan amanah). Tenaga pendidik harus bisa menyampaikan pesan-pesan akhlaq kepada siswa-siswinya. Bahasa sekarang adalah komunikatif. Pendidik yang komunikatif dan siswa yang komunikatif akan berkontribusi dalam mewujudkan tujuan pendidikan kita.
Fathonah (cerdas), mengapa kecerdasan dimasukkan dalam urutan keempat. Karena orang yang shiddiq, amanah, tabligh, akan mudah meletakkan kecerdasan dalam dirinya.
Keempat sifat Rasulullah SAW inilah yang harus menjadi acuan pendidikan akhlaq siswa-siswi di lembaga pedidikan kita. Apalagi kita yang membawa nama Sekolah Dasar Muhammadiyah, yang notabene melekat sifat-sifat/kepribadian/akhlaq Rasulullah saw. Semoga ini menjadi perhatian dan fokus bagi pendidikan siswa-siswi di SD Muhammadiyah Kriyan Jepara.
*Penulis adalah Kepala SD Muhammadiyah Kriyan sejak tahun 2018