Sikap Tegas, Sejauhmana Diperlukan dalam Mengelola Kelas ?
Judul di atas barangkali menjadi dasar dalam menyikapi murid-murid kita. Murid-murid kita atau kita sendiri sebagai obyek dari kebijakan atas ketentuan, santai saja, biasa-biasa saja, longgar-longgar saja. Tidak usah kaku, jangan terlalu tegas, tidak usah galak-galak amat. Itulah kondisi yang diinginkan oleh murid maupun kita sendiri sebagai obyek kebijakan.
Sikap tegas diawali dari diri kita sebagai guru. Kadang dengan tidak sadar, kita tak terasa berlaku lembek menghadapi murid-murid di sekolah, sehingga kelonggaranlah yang dirasakan oleh masyarakat pemanfaat sekolah kita. Memang masyarakat sebagai pemanfaat bagi sekolah berhak menilai sejauhmana standar dalam membiasakan ketertiban sekolah kita. Karena kadang kita bersikap biasa-biasa saja atas gejala merosotnya kedisiplinan dan ketertiban dalam hal kebaikan apa saja pada kelas kita. Dalam hal ini sikap yang dibutuhkan adalah sikap tegas dengan spirit kebersamaan dalam membangun marwah kebaikan sekolah.
Bahkan kadang kita mengidentikkan sikap tegas dengan amarah dan sebagian besar kita sebagai guru atau orang tua menghindari sikap ini. Nah, kita sebagai guru seharusnya berani bersikap tegas kepada murid-murid kita. Selain sikap tegas akan menjauhkan dari sikap manja dan lembek, sikap tegas akan memberikan ruang berpikir kritis pada diri anak. Anak pun dekat dengan sikap mandiri.
Sebagai guru, sikap tegas sangat dibutuhkan dalam mewujudkan marwah sekolah agar standar sekolah dengan orientasi kedisiplinan dan ketertiban dapat terwujud. Sikap tegas dalam situasi tertentu harus ada kalau tidak dikatakan penting sekali dan sangat dibutuhkan, jika warga masyarakat ingin menanam kepercayaan pada kita sebagai guru dan menaruh kepercayaan pada sekolah kita.
Standardisasi atau SOP yang sudah disepakati bersama menjadi barometer keberhasilan progres kebaikan yang korelatif dengan sikap tegas kita. Sejauhmana kesungguhan dan kedisiplinan kita dalam mewujudkan sekolah kita sebagai sekolah yang menerapkan kedisiplinan dan ketertiban dalam segala hal kebaikan.
Kebaikan-kebaikan yang telah tersepakati tidak akan mencapai keberhasilan bersama kalau kita “lembek” dan memposisikan minimalis pelibatan diri kita dalam mewujudkan cita-cita mulia sekolah kita. Apresiasi yang dibutuhkan oleh anak-anak kita secara proporsional bersama dengan punishment atau sangsi kepada murid-murid sangat menentukan perjalanan proses pendidikan dan pengajaran yang kita laksanakan dalam kelas.
Kita tidak menyadari bahwa sikap kita dapat meredupkan semangat murid kita, atau menjadikan apatisnya murid. Sikap dan pola apresiatif kita dengan menampakkan gestur tubuh apresiatif kepada anak, berupa; acungan jempol, ucapan terima kasih atas perbuatan baiknya, ucapan bintang bagi anak yang shalih dan hebat.
Sikap yang tidak tegas “lembek” kepada murid-murid kita atau malah keberpihakan kepada murid tertentu, akan menjadikan murid-murid yang lain menjadi apatis dan tidak menciptakan spirit dalam belajar. Ketika murid-murid kita melakukan kesalahan, maka kalimat yang tegas minimal sangat perlu kita menyampaikannya, misalnya;
“Maaf mas, pak guru tidak suka perilaku mas Anto mengganggu Nenti”. “Bisakah minta maaf, dan bertekad tidak mengulanginya lagi?”.
Disampaikan dengan nada suara terkendali dan bila diperlukan volume ditinggikan sebagai bentuk keseriusan kalau kita tidak suka dengan perilaku tersebut. Tegas bukan berarti keras, maaf bukan mendahulukan tindakan over dan reaktif dengan mencubit, menjewer apalagi memukul atau menendang sedapat mungkin menjauhkan langkah yang yang tidak disukai anak ini karena tidak populis tetapi dengan mengambil langkah tegas dan efektif dengan lebih kepada memberikan pengertian dan nasehat dengan tegas berkomitmen dan berjanji tidak mengulanginya.
Sebagai naluri manusiawi yang lumrah kalau kita pada umumnya mengharapkan murid-murid kita baik-baik saja semuanya pintar dan cerdas serta penurut sehingga tidak ada masalah serius yang dihadapi. Kadang kita lupa, bahwa berikhtiar serius seraya melangkah dengan mencari cara dan upaya yang efektif dalam menghadapi murid-murid yang butuh perhatian. Kita harus meyakini bahwa ikhtiar ini sebagai ladang amal shalih kita. Dan menjadi bagian dari pelayanan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat sebagai pemanfaat sekolah kita. Semoga segala daya upaya untuk mewujudkan murid-murid kita menjadi murid yang shalih dan hebat akan memberikan dampak positif dan spirit kehidupan pada diri kita.
Akhmad Faozan, Guru SD Muhammadiyah Kalinyamatan